Dilihat dari proses dan desainnya, batik pekalongan banyak dipengaruhi oleh batik dari Demak. Sampai awal abad XX, proses pembatikan yang dikenal di Pekalongan adalah batik tulis dengan bahan mori buatan dalam negeri dan sebagian impor. Setelah perang dunia I baru dikenal pembuatan batik cap dan pemakaian obat-obat buatan Jerman dan Inggris.
Pada awal abad XX, yang pertama kali dikenal di Pekalongan adalah pertenunan yang menghasilkan stagen (sabuk atau ikat pinggang perempuan yang terbuat dari kain, panjangnya antara 3-5 meter berwarna polos, umumnya putih, merah, hitam, hijau, dan lain-lain, yang dikenakan oleh mereka yang berkain) dan benagnya dipintal secara sederhana.
Beberapa tahun berikutnya barulah dikenal cara pembatikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang bekerja di sektor pertenunan ini. Pertumbuhan dan perkembangan pembatikan di pekalongan menjadi lebih pesat daripada pertenunan stagen. Akibatnya, buruh-buruh pabrik gula Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik karena upahnya lebih tinggi daripada upah di pabrik gula.
Saat ini, Pekalongan merupakan salah satu sentra industri batik nasional dengan jumlah produksi batik yang sangat besar. Batik-betik Pekalongan tidak hanya dibuat untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga diekspor ke Amerika, Eropa, Timur Tengah, dan lain-lain. Di kota ini pula terdapat Museum Batik Nasional yang dapat dijadikan sebagai rujukan tentang sejarah dan perkembangan batik di nusantara. Museum ini semakin memeperkuat keberadaan Kota Peklaongan sebagai salah satu kota batik terbesar di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar dengan bahasa yang santun